Kamis, 30 Mei 2013

Jadi Editor? Gampang-Gampang Susah


                Yang namanya penulis, pasti erat hubungannya dengan editor. Entah editor kelas profesional (baca: yang dapat bayaran setiap kali mengedit) atau editor abal-abal (baca: cuma dapat ucapan terima kasih doank). Nah, kali ini saya lagi mood untuk membuat catatan tentang pengalaman sebagai editor. Weittss.... gini-gini karir editor saya cukup panjang lho, meski cuma sebagai editor cabutan nan abal-abal.

                Saat sedang jadi editor, ada rule-rule yg selalu saya patuhi. Karena kalau seenaknya, yg ada penulis jadi jengkel dan akhirnya saya ga dipercaya lagi. Ya walaupun saya juga ga rugi-rugi amat sih kalau penulisnya kabur. Secara saya cuma dapet ucapan terima kasih.

                So, apa aja sih rule-rule yg selalu berusaha saya patuhi? Pertama, siapapun penulisnya, bagaimanapun hasil tulisannya, saat pertama kali dia memberikan naskahnya ke saya, maka saya TIDAK AKAN PERNAH MENCELANYA. Kenapa? Gini, sebagian besar orang itu menulis hanya untuk iseng. Sekedar ikut-ikutan karena kebetulan temen-temennya yg lain juga pada lagi gandrung menulis. Jadi meski tulisannya menurut saya sebenarnya ancur banget, saya tidak akan menghina. Toh, besar kemungkinan setelah eforia menulisnya habis, dia juga tidak akan melanjutkan karir menulisnya. Nah, jadi untuk apa saya mencelanya. Yang ada saya cuma akan melukai hatinya padahal dia juga tidak akan menjadi seorang penulis.

                Tapi kadang kala di antara orang-orang itu akan ada satu dua yg ternyata memang serius pengen jadi penulis. Hasil karya orang-orang yg seperti inilah yg akan saya edit dengan lebih serius karena mereka memang membutuhkan suatu editan.  Sebelum mengedit, satu hal yg selalu saya tanamkan dalam diri saya yaitu sang Penulis adalah bintangnya, she/he is the star. Bukan saya. Saya cuma editor. Dan sebagai editor saya ga boleh ‘keminter’. Peduli amat saya sebenarnya juga seorang penulis dan kebetulan naskah yg mau saya edit adalah hasil karya seseorang yg belum pernah menghasilkan buku apapun. Dari kaca mata normal, mestinya saya bisa dibilang lebih berpengalaman daripada si penulis baru itu. Tapi apakah itu berarti saya boleh takabur dan sok tau? Itu haram hukumnya. Ingat, she/he is the star. Not me. Dengan begitu saya akan selalu menghargai hasil tulisan seseorang. Jangan pernah mengedit dengan niat untuk mencari cacat. Itu namanya editor yg jahat. Tulisan sebagus apapun pasti akan ada cacatnya bila memang dicari-cari.

                Bila suatu tulisan memang bagus, saya akan bilang bagus. Untuk selanjutnya saya tinggal memberitahu bagian mana saja yg menurut saya harus diperbaiki plus editan tanda baca dan hal-hal kecil lainnya. Memang paling enak mengedit tulisan yg secara keseluruhan sudah bagus. Saya dapet bacaan gratis, ngeditnya pun gampang.

Tapi gimana kalau tulisan itu sebenarnya sama sekali tidak menarik? Gimana harus ngomong ke si penulis yg sudah menunggu komentar kita dengan harap-harap cemas?  Aduh, ini yg harus ekstra hati-hati. Yg jelas saya akan mengawali komentar saya dengan pujian. Kalau tidak ada yg bisa dipuji dari tulisan itu gimana? Oh ayolah, selalu ada sisi positif dari segal hal. Gali lebih dalam lagi hingga kau menemukannya. Misalnya tulisan itu sudah gaya bahasanya berantakan, pilihan katanya alay, ide ceritanya.... errrr entahlah sebenarnya dia itu nulis tentang apa. Tapi paling enggak kita bisa mengatakan “wah kok kamu bisa sih kepikiran cerita ttg monster yg suka makan ubi?”. Pasti si penulis alay itu akan dengan berbunga-bunga menceritakan asal muasal ide ceritanya yg menurut dia super brilian. Please deh, monster kok makan ubi. But, tutuplah mulutmu dan dengarkan saja ceritanya. Setelah dia selesai cerita, baru kita mulai komentar lagi “Kenapa harus makan ubi? Kayanya kalau dia makan buah ajaib lebih lucu. Apalagi kamu bisa karang sendiri bentuk buahnya. Asyik kan”. Begitu dia setuju, lanjut lagi. “Oh, kalau ditambah tokoh manusia, mungkin oke juga. Jadi si monster ternyata berteman dengan manusia. Atau mungkin ditambah dengan sedikit misteri gimana?”. Eh ternyata dia setuju. Lanjuuuttt..... “Ehm, kalau dilihat-lihat, monster sama manusia agak kurang pas ya”. Dan bila kita beruntung, akhirnya si monster pemakan ubi itu akan hilang selamanya. Tapi kalau ternyata si penulis adalah tipikal yg keras kepala dan mati-matian mempertahankan si monster ubinya, ya sudahlah terima saja. Ada beberapa tulisan yg memang sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Lambat laun dia juga akan paham kalau bakat menulis sama sekali tidak mengalir dalam dirinya.

Yaaawww...... Jadi editor itu memang tidak gampang. Kalau disuruh milih antara jadi editor atau penulis, ehmmm..... untuk saat ini sih saya lebih memilih jadi penulis karena saya sudah tidak punya waktu lagi untuk mengedit naskah lain. Bagaimanapun, be a star memang lebih menyenangkan. Tapi tidak ada salahnya sesekali membantu orang lain agar bisa menjadi a star juga. Walau nama kita mungkin tidak dikenal, tapi saat dia terkenal kita tahu bahwa kita ikut andil di dalamnya. Dan itu sangatlah menyenangkan ;)  





Sabtu, 05 November 2011


MIRACLE vs HARD WORK

Satu hal yg hampir pasti dimiliki tiap orang adalah harapan dan impian. Memangnya apa sih bedanya harapan dan impian? Simple saja. Harapan itu dipakai untuk sesuatu yg kira-kira masih bisa diwujudkan, sedang impian untuk something impossible. Misal nih : berharap bisa menikah sebelum usia 30 thn, bermimpi menikah dengan seorang pangeran tampan meski wajah kita lebih pas jadi istri sopir angkot.

Topik tentang harapan sepertinya kurang menarik. Jadi sekarang aku ingin bercerita tentang impian. Impian siapa? Impianku donk. Ini kan blog ku. Latter baru akan kubahas impian Orlando Bloom, calon suamiku. (Catat: menikah dengan Orlando Bloom adalah harapanku, bukan sekedar impian. Dan seperti kubilang tadi, aku malas membahas harapan. Tidak menarik).


Okey, jadi impian paling naïf pertamaku adalah ingin pergi ke Mesir. Hohoho believe me, aku bukan satu-satunya gadis bodoh yg ingin ke Mesir. Pasti ada ribuan gadis yang terpesona pada kisah-kisah piramida dengan firaun berjubah emas. Belum lagi bumbu-bumbu kutukan dan misteri yang menyelubungi piramida. Dengan dewa anjing yg seriously menurutku keren. Tulisan hieroglyph yg aneh tapi membuka cakrawala imajinasi. Singkat kata, Mesir itu romantis. Apalagi ada sungai nil yg panjang yg konon membuat Mesir menjadi salah satu pusat peradaban dunia. Jadi siapa sih yg ga pengen ke Mesir.


Impian ingin pergi ke Mesir kuungkapkan saat masih SMA. Dan untuk menunjukkan bukti cintaku pada Mesir, aku membeli tas yg tulisannya Girl of Mesir (hmmm… siapa sih creator tas itu. Tata bahasanya amburadul). Aku memang tidak sampai melakukan penelitian mendalam tentang Mesir, tapi aku jelas menunjukkan kesukaan setiap mendengar berita tentang sejarah kuno Mesir. Misal tentang Nefertiti yg merupakan ratu tercantik Mesir.

Meski aku sesumbar ingin pergi ke Mesir, apakah aku pernah terpikir suatu hari akan benar-benar ke sana. NO. Apa yang bisa diharapkan oleh anak yg pulang pergi sekolah naik angkot dengan rambut berantakan dan wajah acak-acakan. Anak yg bisanya beli tas Girl of Mesir padahal sebenarnya pengen beli tas Rip Curl. Tapi anak ini tidak akan pernah menduga bahwa 10 tahun kemudian ia benar-benar menginjakkan kaki di Mesir.

Bisa pergi ke Mesir adalah MIRACLE for me. Aku tidak perlu kerja keras atau berusaha apapun untuk mewujudkannya. Hanya sebuah keajaiban yg membuat jari-jemariku menyentuh Piramida Giza. Sebuah keajaiban juga aku bisa berlayar menyusuri Sungai Nil. Latter akan kuceritakan kisah singkatku di Mesir yg membuatku shock. Dan sayangnya, setelah dari Mesir, aku tidak ingin kembali lagi ke sana. But, nanti sajalah kuceritakan kenapa.

Impian naïf keduaku adalah ingin menerbitkan ICYLANDAR. Oh ya, perlu kutekankan, aku bukan ingin menerbitkan novel. Aku ingin menerbitkan ICYLANDAR. Jadi saat Icylandar selesai ditulis, barulah saat itu aku bermimpi ingin menerbitkan novel perdanaku itu. Apakah kali ini MIRACLE kembali datang padaku? NO. Untuk yg ini aku harus kerja keras sampai titik darah penghabisan. Tidak ada lagi kebetulan. Di note-note ku sebelumnya aku sudah pernah menceritakan bagaimana aku berulang kali ditolak oleh penerbit hingga akhirnya harus membuat penerbitan sendiri. So sad. Tapi meski tidak ada MIRACLE, dengan HARD WORK aku kembali bisa mewujudkan impianku. ICYLANDAR sudah terbit.

Lalu apakah semua mimpiku sudah terkabul? Jelas belum. Manusia kan tidak pernah puas. Aku mulai membangun impian baru. Saat ini sudah ada 2 mimpi lagi yg antri. Yang pertama adalah ICYLANDAR di filmkan oleh Hollywood. Tiap nonton film di bioskop yg ada tulisannya based on a novel by…. Aku pasti langsung ngomong, lihat saja ya nanti akan ada based on a novel by Dionvy. Lihat saja. Sungguh aku berharap mimpiku yg ini terkabul bagai sebuah MIRACLE tanpa harus HARD WORK.


Impian berikutnya adalah aku pengen sekali mempunyai perusahaan yg berkantor di Sudirman. Konyol sekali ya. Tapi aku benar-benar ingin. Sering aku membayangkan betapa menyenangkannya bisa punya perusahaan besar. Kenapa harus di Sudirman? Entahlah. Di mataku perkantoran Sudirman sangat keren. Waktu pertama kali diajak ke daerah Sudirman, aku langsung terkagum-kagum melihat gedung-gedung tinggi dengan jalanan yg tertata rapi. Belum lagi eksmud-eksmud muda berpakaian keren bersliweran sambil memegang Hape keluaran terbaru. Sayangnya nasib tidak memungkinkanku kerja di Sudirman. Tapi meski aku tidak mungkin kerja di Sudirman, aku akan tetap membangun perusahaan di sana. Dan aku tidak mau hanya sekedar jadi pekerjanya, aku ingin jadi pemilik perusahaan.


Karena saat ini belum bisa bikin perusahaan di Sudirman, aku sudah cukup puas punya usaha penerbitan kecil yg hanya menerbitkan satu buku, eh sekarang sudah dua buku sih. Meski kecil tetap saja perusahaan kan hehehe. Dan juga sudah cukup puas punya pacar yg kerja di Sudirman. Jadi kadang siang-siang bisa main ke sana sebentar sambil menatap gedung-gedung Sudirman dengan penuh harap.


Apakah kedua mimpiku ini bisa terkabul? Kita lihat saja dalam dua puluh tahun ke depan ;)

Senin, 01 Agustus 2011

Let’s Make a Book - part 4 (Cara Menerbitkan Buku Sendiri)

Satu hal yg perlu ditanamkan begitu kalian mengambil langkah menerbitkan buku sendiri, maka kalian tidak lagi sekedar menjadi penulis, kalian harus siap juga berlatih menjadi seorang entrepreneur. Hidup kalian tidak hanya berkutat di antara baris-baris paragraf, tetapi harus mulai belajar perhitungan untung rugi serta mekanisme pembayaran pajak. Dan ternyata, belajar menjadi pengusaha itu cukup menyenangkan juga.

Langkah-langkah menerbitkan buku sendiri akan lebih rumit. Sehingga bagi yg memang berminat, perhatikan setiap detil yg kutulis baik-baik. Inti dari menerbitkan sendiri adalah melakukan seluruh tugas penerbitan yg biasanya dilakukan oleh puluhan orang. Namun kini, harus kalian kerjakan sendiri. Repot, ribet, menyebalkan, jelas iya. Tetapi setelah semuanya selesai, akan ada banyak hal yg bisa kalian banggakan.

1. Membuat Perusahaan Penerbitan

Sebuah buku yg ingin di publish tingkat nasional (maksudnya buku kita masuk ke dalam toko-toko buku seluruh Indonesia), maka buku itu sebaiknya berada di bawah naungan sebuah penerbit yg berbadan hukum. Badan hukum ini bisa berbentuk CV atau PT. Untuk awal sebaiknya kita membuat CV saja, nanti bila kita ingin memperbesar penerbitan kita, bolehlah kita ubah menjadi PT.

Untuk membuat CV penerbitan, ini sama caranya seperti membuat CV pada umumnya.
a. Pergilah ke notaris.

Ada banyak notaris di setiap kota. Katakan kita mau membuat CV untuk menerbitkan buku. Di Indonesia tidak ada izin usaha penerbitan buku. Karena itu CV kita nantinya akan didirikan dengan izin perdagangan. Supaya tidak repot, minta notaris kalian mengurus semuanya mulai dari izin ke dinas perijinan sampai ke pengadilan. Pokoknya kita terima beres dengan membayar sejumlah uang. Biaya pembuatan CV di setiap daerah berbeda-beda. Untuk di Surabaya sekitar 2 juta. Di Jakarta, bisa sampai 15 juta. Alamat CV kalau non-Jakarta bisa kita pakai rumah kita sendiri. Sedangkan kalau di Jakarta tidak boleh di rumah, jadi kita harus menyewa tempat di daerah bisnis. Untuk pastinya silahkan hubungi notaris.

b. Siapkan nama dan logo CV

Pilih nama yg bagus untuk penerbitanmu. Jangan nama yg aneh-aneh misalnya CV Maju Mundur atau CV Wong Ndeso. Ingat, nama CV mu akan dicetak di sampul bukumu dan akan turut serta membentuk image pembaca tentang bukumu. Nama CV yg kampungan terkadang bisa menjatuhkan nilai jual.

Lalu siapkan juga logo penerbitan. Logo itu seperti yg kalau milik Pustaka Redemptor yg huruf R berwarna merah kuning hijau, Gramedia yg bentuknya plungker-plungker merah. Kalau kompas yg gambar anak duduk di atas kebo. Mizan yg gambar huruf M.

c. Siapkan kop surat dan stempel

Untuk mendaftarkan CV mu di pengadilan maka notarismu akan minta kalian menyiapkan kop surat dan stempel CV. Kop surat bisa dibuat pakai MS Word biasa lalu di print di kertas A4. Kop surat ini harus mencantumkan logo, nama CV, alamat CV, no.telp CV. Dan kop surat harus berwarna. Maksudnya minimal yg berwarna logonya, ini untuk membuktikan kop suratmu asli dan bukan fotokopian.

Lalu buat juga stempel CV. Stempel bisa dibuat di tukang bikin stempel di jalan-jalan. Stempel tidak boleh hitam putih.

Waktu yg diperlukan untuk mendirikan CV kira-kira 1 bulan. Andai ada di antara kalian yg orang tuanya mungkin sudah punya CV, kalian bisa pinjam CV itu untuk menerbitkan buku kalian.

2. Laporan Pajak

Jika kalian memiliki CV, berarti kalian harus membuat laporan pajak setiap bulan, bukan hanya setahun sekali. Ini yg cukup berat karena kalian harus rajin membuat laporan pajak dan mengirimkannya ke kantor pajak setiap bulan. Namun sebenarnya, membuat laporan pajak itu mudah saja, yg penting tahu teknisnya.

3. Mengedit Naskah

Urusan mengedit naskah tidak lagi sesimpel di dalam part 2. Karena kali ini kalian harus mengedit naskah hingga siap untuk dipasarkan. Sekarang kalian bisa mulai meminta jasa editor profesional. Tetapi jika tidak bisa menyewa editor profesional, bisa juga tetap menggunakan teman-teman kalian dan terutama kalian sendirilah yg harus berjuang untuk mengedit naskah kalian hingga benar-benar sempurna.

Beberapa panduan dalam mengedit naskah hingga sempurna:

- Baca ulang kembali naskahmu. Di sini kalian bukan hanya mengedit isi cerita, tetapi juga sudah ke arah susunan kalimat. Jangan menggunakan kata yg sama terlalu sering, perhatikan tanda baca, jangan sampai ada kata-kata yg salah ketik. Baca terus berulang kali hingga rasanya mungkin kalian mau muntah.

- Coba perhatikan tanda petik pembuka percakapan. Seringnya tanda petik buka itu seperti tanda petik tutup. (“) ini tanda petik buka yg benar. Namun yg sering terjadi tanda petik bukanya seperti ini (”). Kalau kalian ingin naskah kalian rapi, ganti satu demi satu tanda petik buka yg salah. Beberapa buku yg sudah terbit pun kadang tanda petik bukanya masih salah. Ini sebenarnya tidak terlalu mengganggu, tetapi jika kalian ingin kesempurnaan, jangan biarkan hal kecil semacam ini terlewat oleh kalian.

- Naskah kalian sebaiknya jangan lebih dari 700 halaman (dengan aturan MS Word, ukuran A4, font 12, spasi 1,5). Ini untuk masalah percetakan. Jika kalian menggunakan font dan spasi seperti yg ada di Icylandar, maka 700 halaman akan menjadi sekitar 800 halaman. Dan 800 halaman bisa dibilang merupakan batas maksimal tebal buku yg bisa dijilid bila buku kalian menggunakan soft-cover. Kalau memakai hard-cover, kalian bisa membuat buku lebih tebal lagi, tetapi tentu saja ongkos cetaknya akan membengkak.

4. Melayout Buku

Begitu kalian menganggap naskah kalian sudah benar-benar matang, sekarang saatnya melayout. Apa itu layout? Layout adalah mengubah ketikan kalian yg awalnya di MS Word, menjadi bentuk seperti tatanan buku, tetapi tetap masih dalam bentuk file. Jadi sebelum dibawa ke percetakan, file naskah kalian harus sudah model buku. Ada nomer halaman, ada tulisan bab-bab, dll. Intinya, layout buku itulah file yg akan dicetak.

Sebaiknya kali ini kalian menggunakan jasa layouter profesional. Kecuali kalian memang ahli dalam bidang ini. Melayout buku itu tidak sederhana. Layouter harus tahu yg namanya bleed (percetakan pasti meminta bleed selebar 0,3-0,5 cm). Lalu layouter harus memperkirakan bagian halaman yg akan kena jilidan, sehingga dia harus mengatur batas kanan kirinya dgn baik.

Sebaiknya sebelum naskah kalian mulai di layout, kalian beritahu layouter kalian kira-kira font seperti apa yg kalian inginkan. Misal di Icylandar hal 118, aku meminta font khusus untuk semua tulisan yg dimuat oleh Perkamen Berita. Lalu kusebutkan halaman mana saja yg ada tulisan untuk Perkamen Berita (hal 258, 260, 303 dll). Lalu surat untuk Reiden hal 329 aku minta tulisan yg berantakan seperti cakar ayam. Melayout Icylandar itu tidak mudah karena ada belasan font berbeda di dalam satu novel itu saja. Untung layouterku (Cahyono Dwiastoro) adalah layouter yg profesional dan sangat sabar. Dia yg justru ngajarin aku tentang bleed, memberi masukan font apa yg bagus, berapa spasi tiap baris, agar nantinya buku itu nyaman dibaca tetapi tetap tidak terlalu tebal.

Setelah naskah selesai di layout, kalian harus membaca ulang baris demi baris. Pertama untuk memastikan tidak ada lagi salah ketik, untuk memperbaiki isi jika masih ada yg ingin diperbaiki, dan juga memperbaiki layout itu sendiri. Kadang kala ada paragraf yg tiba-tiba terlalu masuk, atau ada baris yg terlalu rapat/terlalu renggang tulisannya, dll. Jika kalian kebetulan membaca sebuah novel dan ada hal-hal macam itu, mungkin itu disebabkan setelah naskah di layout, tidak diperiksa ulang lagi.

5. Cover dan Ilustrasi

Salah satu unsur penting sebuah buku adalah cover yg indah. Cover mempunyai kekuatan untuk menarik pembeli. Karena itu para penerbit seperti berlomba-lomba membungkus buku mereka dengan cover yg luar biasa.

Membuat cover itu gampang-gampang susah. Yg jelas sebaiknya cover disesuaikan dengan jenis novel. Misal untuk buku anak-anak, cover yg penuh warna adalah pilihan tepat. Desain cover itu bermacam-macam. Ada yg dibuat sepenuhnya memakai komputer dengan pewarnaan komputer juga, ada yg memakai foto, ada jg yg memakai lukisan tangan.

Karena aku tahu betapa pentingnya cover itu, aku benar-benar serius dalam menentukan konsep cover ICYLANDAR. Aku ingin sekali cover ICYLANDAR adalah lukisan tangan asli dengan pewarnaan asli, bukan komputer. Masalahnya susah sekali mencari designer yg pintar mendesain di komputer, sekaligus bisa melukis. Lalu tanpa sengaja aku melihat beberapa karya buatan Mario Diaz dan langsung saja aku mengatakan “Ni anak harus bikin covernya ICYLANDAR”. Akhirnya aku menghubunginya dan meminta dengan sangat agar dia mau membuatkan cover untukku. Untungnya meski sibuk, Mario bersedia membuatkanku cover. Sampai saat ini aku bersikeras bahwa seluruh cover dan ilustrasi ICYLANDAR sampai sekuel terakhir hanya boleh dibuat oleh Mario.

Untuk memperindah buku, kalian bisa juga menambahkan lukisan-lukisan seperti yg ada di awal bab novel ICYLANDAR. Setelah ilustrator kalian selesai membuat lukisan dan memasukkannya ke dalam file komputer, berikan file itu pada layouter kalian yg akan memasukkannya ke dalam layout buku.

Salah satu keuntungan menerbitkan buku sendiri, kalian bisa menata buku kalian sesuka hati. Kalau di penerbit besar, pengerjaan buku kemungkinan tidak akan terlalu detil krn mereka punya banyak sekali buku dan bagaimanapun itu bukan karya buatan mereka sendiri. Sedangkan jika kalian menerbitkan buku sendiri, pengerjaan bisa detil sekali karena buku kalian hanya satu dan itu adalah karya yg kalian sayangi.

6. ISBN (International Standar Book Number)

Coba lihat bagian belakang cover buku. Di situ ada barcode putih dengan beberapa kode nomer. Kalau di cover belakang ICYLANDAR tulisannya ISBN 978-602-97087-0-7.
Guna ISBN adalah untuk mendaftarkan dan mengidentifikasikan buku kalian secara internasional. Sebenarnya setiap buku tidak wajib memiliki ISBN. Jadi silahkan saja bila kita mau menerbitkan buku, tetapi tidak mau mengurus ISBN. Masalahnya, toko buku tertentu seperti Gramedia, hanya mau menerima buku yg ada ISBN nya. Jadi kalau bukumu tidak ada ISBN nya, berarti tidak bisa didisplay di toko buku Gramedia.

Cara untuk mengurus ISBN sangat mudah. Langkah-langkahnya :

- Buat surat permohonan atas nama penerbit (berstempel) dari buku yg hendak diterbitkan. Surat permohonan ini diprint di kop surat penerbitan. Surat ditujukan kepada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Jangan lupa surat harus ditandatangani oleh pemilik penerbitan atau yg mewakili dan diberi stempel penerbitan.

- Sertakan copy dari halaman judul novel kita. Halaman judul bukanlah cover. Di ICYLANDAR, yg dimaksud dgn halaman judul adalah halaman ketiga (halaman setelah Undang-Undang hak cipta). Halaman yg ada tulisan ICYLANDAR - The Elf’s Kingdom, DIONVY, logo dan tulisan Pustaka Redemptor. Jadi halaman judul harus memuat judul buku, nama penulis, logo serta nama penerbit. Karena itu mengurus ISBN harus setelah novel kalian selesai dilayout.

- Data Buku. Ini kalian ketik sendiri. Isinya adalah segala data tentang buku kalian. Judul, nama penulis, penerbit, berapa halaman, siapa editornya, siapa layouternya, siapa ilustratornya, dll.

- Daftar Isi. Buat daftar isi dari buku kalian. Jika novel kalian ada daftar isinya, silahkan kalian copy halaman itu. Namun, jika novel kalian memang disengaja tidak memakai daftar isi, kalian ketik sendiri saja daftar isinya.

- Kata Pengantar. Untuk buku non-fiksi biasanya ada kata pengantar entah dari penulis atau dari orang tertentu. Itu bisa dibuat copy nya. Namun untuk novel fiksi, biasanya tidak ada kata pengantar. Jadi kalian buat saja ketikan satu atau dua halaman tentang ringkasan buku kalian. Untuk ICYLANDAR dulu yg dikirim adalah halaman setelah ucapan terima kasih. Halaman yg isinya “Kisah ini terjadi pada suatu masa…..”

- Pergi ke Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jalan Salemba Raya 28 A, Jakarta. Nanti di situ tanya saja tempat untuk mengurus ISBN. Di sana kalian akan diminta mengisi selembar formulir. Nah, karena untuk mendapat ISBN harus ke Jakarta, jadi jangan sampai ada kelengkapan yg tertinggal. Jika semua syarat sudah dipenuhi, hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam saja untuk membuat ISBN. Jadi kalian datang dengan membawa semua syarat, lalu langsung mengisi formulir di situ, bayar, dan tunggu.

- Biaya pembuatan ISBN + barcode adalah gratis

- Nomer ISBN akan diberikan tak lama kemudian, tetapi barcode nya akan dikirim via email.

- Barcode itu nanti masukkan ke dalam cover novel kalian.

7. Memilih Percetakan

Kita harus teliti saat memilih percetakan. Beberapa hal yg harus dicermati saat memilih adalah :

- Kualitas cetakan

Percetakan yg baik maka tinta cetaknya tidak luntur dan terang. Banyak percetakan kecil yg kualitas cetakannya tak ubahnya dengan mesin fotokopi. Tentu ini akan membuat novel tidak nyaman dibaca dan jg membuat novel kita seperti novel murahan. Lalu mereka juga harus bisa mencetak cover dgn baik. Tinta warna yg jelek bisa membuat cover menjadi jelek juga. Dan perhatikan apakah mereka bisa memberi fasilitas embossed dan UV-Spot. Embossed adalah untuk membuat salah satu bagian cover jd menonjol. Misal di cover ICYLANDAR, bagian yg di embossed adalah judul depan, nama dionvy, serta logo Glaudio-elmes di bagian belakang. Kalau diraba, maka ketiga bagian tadi tampak menonjol. Sedangkan UV-Spot adalah untuk memberikan efek berkilau. Di ICYLANDAR yg diberi UV-Spot adalah judul depan, nama dionvy, logo Glaudio-elmes di bagian belakang, judul Icylandar di punggung buku, serta logo Pustaka Redemptor. Sebenarnya masih ada beberapa fasilitas yg lain seperti hot-print dll. Tp krn aku tidak tertarik pada fasilitas-fasilitas yg lain itu, jadi kuanggap tidak penting :p :p

- Kualitas Jilidan

Percetakan yg baik harus bsa menjilid buku kita dengan baik pula. Apalagi bila novel kita tebal. Bila kualitas jilidannya buruk, maka buku akan mudah rontok. Novel setebal ICYLANDAR tidak cukup hanya dilem saja, tetapi halamannya harus dijahit untuk mencegah halamannya lepas.

- Pilihan kertas

Percetakan jg harus bisa menyediakan kertas yg kita inginkan. Beberapa jenis kertas adalah:
HVS (ini seperti yg dipakai pada buku eragon yg pertama dan kedua. HVS ini termasuk kertas yg harganya paling mahal. Kertasnya berat dan cukup tebal. Untuk novel yg tebal kurang direkomendasikan memakai kertas HVS krn selain berat, jg terlalu terang. Warna putih bisa membuat mata cepat lelah saat membaca).

Book Paper 55 gram (ini adalah kertas yg dipakai untuk ICYLANDAR. Kelebihan kertas ini adalah ringan, terkesan eksklusif, serta nyaman dibaca karena kertasnya agak kecoklatan. Kekurangannya adalah kertas ini cukup tebal sehingga menimbulkan kesan bukunya tebal. Jadi kalau kalian punya buku Harry Potter, coba bandingkan tebalnya dengan ICYLANDAR. Pada jumlah halaman yg sama, mungkin tebal Harry Potter hanya ¾ nya ICYLANDAR).

Kertas Koran (sebenarnya namanya bukan kertas koran, ini hanya sebutan utk kertas yg tipis-tipis. Aku tidak tahu nama kertasnya apa. Keuntungan kertas ini yg paling utama harganya murah. Namun kerugiannya, jelas kualitasnya yg seperti kertas bungkus kacang. Kurang tepat kalau kita ingin membuat buku yg eksklusif)

Masih ada banyak jenis kertas, tapi aku tidak hafal. Maklum aku tidak kerja di percetakan :p

- Harga

Permainan harga di percetakan cukup tinggi. Penting untuk mensurvei paling tidak 3 percetakan agar kita tahu harga percetakan itu termasuk mahal atau tidak. Harga tentu saja ditentukan oleh jenis kertas, ukuran buku, tebal buku, hard/soft cover, jumlah eksemplar. Jangan hanya karena mengejar harga murah, lalu kita melupakan kualitas cetakan.

Pasti kalian bertanya-tanya, berapa sih modal untuk menerbitkan buku sendiri itu? Modal paling besar adalah untuk ongkos cetak. Ini kuberi gambaran kasar harga cetak sebuah buku (kukatakan gambaran kasar karena harga yg kucantumkan ini sama sekali tidak mempertimbangkan jenis kertas, ukuran buku, jumlah eksemplar, dll. Ini benar-benar hanya gambaran kasar saja dan tidak bisa dijadikan patokan). Untuk tiap 100 halaman buku (halaman, bukan lembar), harganya sekitar Rp. 3000. Jadi kalau bukumu tebalnya 500 halaman, berarti ongkos cetak 1 buku sekitar Rp. 15.000. Nah masalahnya, mencetak itu paling tidak minimal 3000 eksemplar. Karena kalau hanya 1000 eksemplar ongkos cetak 1 bukunya jadi melonjak 2 kali lipat.

Jadi andai kalian membuat novel setebal 500 halaman (halaman setelah di layout, bukan dalam bentuk file MS Word) dan akan dicetak 3000 eksemplar, kalian butuh modal 15.000 x 3000 eks = 45.000.0000

Kalau novel kalian hanya 200 halaman jadi modalnya hanya sekitar 6000 x 3000 eks = 18.000.000.

8. Memilih Distributor

Akan kujelaskan apa fungsi distributor itu. Jadi setelah novel kita selesai dicetak, novel itu akan dikirim ke penerbit (dalam hal ini penerbitnya adalah kita sendiri). Novel-novel itu lalu harus dikirim ke toko buku. Tugas distributor adalah mengirimkan novel kita ke toko buku dan mengurus segala macam administrasinya. Distributor yg baik bisa mendistribusikan buku kita ke toko-toko buku di seluruh Indonesia. Sebenarnya bisa saja kita mendistribusikan buku kita sendiri. Tapi itu artinya kita harus mendatangi setiap toko buku, meminta buku kita didisplay, lalu nanti meminta laporan setiap bulan, menagih uang, dll. Terlalu merepotkan dan sangat rawan. Kusarankan sebaiknya memakai jasa distributor saja. Distributor jg yg akan memastikan buku kita tidak disingkirkan oleh toko buku. Para distributor mempunya checker masing-masing di setiap toko buku. Checker-checker ini yg akan mengawasi buku-buku distribusi mereka agar diperlakukan dengan baik di toko buku. Jika checker-checker ini tidak ada, bisa-bisa buku distribusi mereka hilang entah ke mana. Nanti setiap bulan kita tinggal menagih ke distributor kita atas penjualan buku kita. Pilih distributor yg mempunyai nama baik. Banyak sekali terjadi penipuan dalam distribusi buku. Karenanya jgn sembarangan memilih distributor.

Terlihat kan betapa pentingnya peran distributor itu. Nah, untuk itu bayaran distributor jauh dari kata murah, bahkan bisa dibilang sangat mahal. Distributor biasanya mengambil 55% dari harga jual buku di toko buku. Jadi dari percetakan, kita serahkan buku kita ke distributor. Lalu mereka akan mengirimkan buku kita ke toko-toko buku. Ongkos pengiriman ke toko buku ditanggung oleh distributor. Nanti bila buku kita ada yg laku, mereka akan mengambil 55% nya. Jika buku kita tidak laku, maka buku kita akan dikembalikan. Ongkos pengembalian buku-buku ini juga ditanggung oleh distributor.

Perhitungan 55% itu maksudnya seperti ini :
Andai buku kita ongkos cetak untuk 1 buku Rp 20.000. Lalu kita jual di toko buku seharga Rp. 100.000.
Maka distributor akan mengambil utk tiap 1 buku : 55% x Rp 100.000 = Rp 55.000
Penerbit akan mendapat utk tiap 1 buku : 45% x Rp 100.000 = Rp 45.000
Keuntungan penerbit utk 1 buku : Rp 45.000 - Rp 20.000 = Rp 25.000
Jadi bisa dibilang untuk setiap buku luar biasa yg kalian beli di toko buku, kalian hanya perlu membayar sekitar Rp 10.000 - Rp 20.000 untuk penulisnya. Murah sekali kan. Karena itu kalau ingin cepat kaya, jangan jadi penulis, jadi pengusaha kilang minyak saja. Atau kalau perlu jadi perampok bank :p

Kita hanya membayar distributor bila ada buku yg laku. Kalau buku tidak laku, kita tidak perlu membayar. 55% itu sudah termasuk pajak. Jadi kita sebagai penerbit tidak perlu membayar PPn untuk buku kita.

9. Nasib Buku di Toko Buku

Jumlah buku di toko buku ada ribuan. Karena itu bila ada buku yg tidak laku, toko buku akan meretur/mengembalikan buku itu. Jika dalam 6 bulan suatu buku tidak ada yg terjual, maka buku itu akan dianggap hanya memenuhi toko buku. Ini adalah salah satu resiko yg harus ditanggung penerbit, yaitu bukunya tidak laku dan toko buku memaksa mengembalikan.


Jadi itulah sekelumit kisah bila kita ingin menerbitkan buku sendiri. Sekali lagi kukatakan kalau prosesnya sangatlah rumit. Jika menurut kalian buku kalian layak diperjuangkan, kenapa tidak. Namun kalian juga harus mempertimbangkan untung ruginya. Bagaimanapun ini adalah sebuah bisnis yg ada untung ada rugi.

Okey, inilah akhir note Let’s Make a Book. Semoga bisa memberi manfaat bagi kalian semua. Jika kalian punya pertanyaan, langsung tanya saja. Atau kalau kalian ingin informasi yg belum tercantum dalam note ini, silahkan tanya juga. Kalau sepertinya informasi itu memang sangat dibutuhkan, aku bisa menuliskannya dalam note baru.

With Love

Dionvy

Let’s Make a Book - part 3 - (Cara Mengirimkan Naskah ke Penerbit)

Setelah naskah selalui melalui tahap editing awal, saatnya untuk melanjutkan perjalanan. Ada 2 cara untuk mengubah naskah kita menjadi berbentuk buku, yaitu dengan mengirimkannya ke penerbit yg sudah ada atau dengan menerbitkan sendiri. Tentu saja kedua pilihan itu memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing.

Dalam part 3 ini akan kubahas dulu tentang cara mengirimkan naskah ke penerbit.

1. Print Naskahmu dan Jilid yg rapi
Biasanya penerbit minta di print dalam kertas ukuran A4 dan spasi 1,5. Dan penerbit maunya juga naskah yg tidak lebih dari 400 halaman. Kemudian jilid naskah yg sudah di print. Pilih jilidan terbaik yg bisa kalian dapatkan.

Satu paragraf yg kutulis di atas pasti akan menimbulkan banyak pertanyaan. Kalau naskahku lebih dari 400 halm gimana? Kalau spasinya kuubah jadi 1 saja gimana? Dan masih banyak pertanyaan lain. Untuk itu akan kuterangkan dulu sekilas apa yg kira-kira terjadi di dalam sebuah penerbitan.

Setiap harinya, sebuah penerbitan akan menerima puluhan naskah. Dalam sebulan berarti bisa ribuan naskah. Semakin besar penerbitan itu, semakin banyak nasah yg masuk. Sebuah penerbitan jumlah editornya mungkin hanya sekitar 3 atau 4 org. Bayangkan saja, 4 orang editor ini harus membaca ribuan naskah. Kalau kalian yg menjadi editor, bagaimana perasaan kalian?

Karena banyaknya naskah yg masuk, jadi jelas kan kalau kita harus melakukan sesuatu agar naskah kita berbeda dari naskah yg lain dan para editor itu jadi tertarik. Selain tentu saja naskah kita harus berkualitas (karena itu harus diedit dulu supaya susunan katanya tidak berantakan dan bahasanya tidak amburadul, jadi jangan sampai editor sudah tertarik membaca lalu begitu dibuka gaya bahasanya hancur. Langsung dibuang deh naskah kita), kemasan naskah kita juga harus menarik. Jadi coba buat cover2 sederhana (di print di kertas A4 juga aja covernya). Desain covernya ambil dari internet saja gpp. Kan covernya bukan utk di publish. Kalau mau yg lebih bermutu lagi, bisa dicoba melayout dan memberi ilustrasi naskahmu. Ini rumit, tetapi naskahmu jadi terlihat berbeda dan bagus. Akan menjadi nilai tambah tersendiri.

Sekarang mengenai tebal halaman. Kenapa sebaiknya hanya 400 halaman?
Ini lebih ke arah kepentingan bisnis. Naskah yg tebal, pastilah ongkos cetaknya lebih mahal. Padahal untuk mengorbitkan novel dari penulis baru itu tidak mudah. Unsur gambling nya tinggi. Tidak semua penerbit berani melakukan gambling sebesar itu.

Sebagai ilustrasi : andai author novel ICYLANDAR adalah JK. Rowling, pastilah akan langsung terbentuk antrian sepanjang 1 km pada hari pertama launching di toko buku. Tapi karena nama yg tercetak di novel ICYLANDAR adalah DIONVY yg sama sekali belum pernah dikenal namanya, orang pasti mempertanyakan. Apalagi andai orang tahu DIONVY adalah org Indonesia. Semakin under-estimate deh.

Buku tebal = ongkos cetak mahal = harga buku mahal
Andai kalian sedang jalan-jalan di mall sendirian dgn berbekal uang 100ribu. Lalu kalian lapar, ingin makan. Tapi sambil makan enaknya baca buku (ingat kalian pergi sendirian, kan ga seru makan sendiri sambil matanya kerlap-kerlap ke mana-mana. Bisa dipikir sedang mencari mangsa :p ). Akhirnya kalian pergi ke toko buku. Nemu 2 buku: buku Icylandar dan buku yg lebih tipis. Kalau beli buku yg lebih tipis harganya 45 ribu. Jadi kalian masih punya sisa uang 55 ribu buat makan. Lumayan. Nah kalau beli Icylandar, harganya 88 ribu. Jadi kalian hanya punya sisa uang 12 ribu. Makan apa di mall 12 ribu itu. Bisa makan ga bisa minum!

Hal-hal di atas hanya ilustrasi saja, tetapi cukup bisa menggambarkan kenapa penerbit lebih suka menerbitkan naskah yg tipis. Taruhannya tidak terlalu besar.

Jika naskah kalian memang tebal dan tidak bisa diubah, ya tidak apa-apa dicoba saja dikirim. Bukannya tidak mungkin. Tetapi kalau pun sampai ditolak, kalian sudah bisa lebih paham alasannya.

Satu catatan penting lagi. Jangan pernah membagi naskah kalian menjadi 2 jilid. Maksudnya misal tebal naskah kalian 500 halaman. Lalu kalau dibuat 1 jilid tidak akan kuat. Akhirnya kalian pecah menjadi 2 jilid (250 halm - 250 halm). Yg sering terjadi adalah begitu sampai di penerbit, maka jilid yg kedua akan tercecer entah di mana. Akhirnya naskah kalian hanya dibaca 250 halm saja. Jadi bagaimana utk menyiasati naskah yg tebal? Print bolak-balik. Dgn begitu hanya butuh 250 lembar dan cukup utk dijilid menjadi 1.

2. Di dalam jilidan naskahmu, jangan lupa sertakan juga ringkasan cerita novelmu, biodata, dan alasan kenapa naskahmu layak diterbitkan oleh mereka. Jilid jadi satu dgn naskah, jangan terpisah karena bisa tercecer.

Buat ringkasan cerita semenarik mungkin. Bedakan antara sinopsis cerita dengan ringkasan cerita. Kalau sinopsis itu seperti yg ada di bagian belakang buku. Sinopsis intinya membuat pembaca penasaran. Kalau ringkasan cerita adalah isi buku kalian secara singkat, kira-kira 2 halaman.

Untuk bioadata, tulislah data diri kalian termasuk pendidikan terakhir dan juga foto. Buat foto yg bagus supaya editor yg melihat senang. Jangan pasang foto kalian sedang nongkrong di warteg sambil minum kopi. Bikin sakit mata saja. Coba bayangkan kalau kalian foto pakai baju eksklusif, sedang santai di café, wah meyakinkan sekali. “Smart banget nih orang. Pasti tulisannya oke punya.” Tapi kalau kalian foto di pinggir sawah, dengan muka kumuh dan celana kolor “Halah paling bisanya menulis cara ternak bebek”.

Untuk halaman alasan kenapa naskah kalian layak diterbitkan, ini untuk membuat semacam sugesti bahwa naskah kalian bagus. Jadi, tulis apa kelebihan novelmu. Misal kalau untuk novel Icylandar, aku akan menulis ini satu-satunya naskah di dunia yang menceritakan dunia elf secara utuh, lengkap dengan keadaan alam kerajaannya, karakter setiap tokoh yg akan membuat pembaca berkata “oh ternyata elf itu seperti ini. Kupikir mereka hanya makhluk mistis yg kerjanya bernyanyi dan berperang. Ternyata mereka juga harus latihan, harus bercocok tanam, ada persahabatan, ada permusuhan, dan ada iri hati.” Konflik dan misteri di novel ini juga kuat sekali sehingga pembaca tidak akan merasa bosan. Didukung dengan deskripsi yang detil, tetapi tidak panjang berbelit-belit.

Jadi tulis bagian mana dari novel kalian yg menurut kalian adalah kekuatan. Tentu saja dengan ditambah bumbu-bumbu penyedap di sana-sini sehingga puji-pujiannya menjadi lebih mantap :p

3. Pilih Penerbit

Ada banyak sekali penerbit di Indonesia. Kita harus jeli memilih mana penerbit yang kira-kira akan menyukai naskah kita. Untuk tahu mana penerbit yg cocok, coba jalan-jalan ke toko buku dan lihat novel-novel Indonesia itu siapa penerbitnya.

Kebijakan sebuah penerbitan itu bisa berubah-ubah. Misal tahun ini penerbit A hanya mau menerbitkan naskah romance dan dia menolak semua naskah fantasi, tidak peduli naskah fantasi itu bagus atau jelek. Namun tahun berikutnya bisa jadi penerbit A memutuskan untuk mulai membuka diri bagi naskah fantasi. Kebijakan-kebijkan seperti ini yg sulit untuk kita ketahui. Krn itu sebaiknya langsung kirimkan naskahmu ke banyak penerbit.

4. Jadi sebaiknya mengirimkan naskah ke banyak penerbit atau satu penerbit dulu lalu tunggu jawabannya?

Sebaiknya langsung ke banyak penerbit. Kenapa begitu? Karena menunggu jawaban dari 1 penerbit saja minimal bisa memakan waktu 3 bulan. Itu minimal. Ada penerbit yg baru memberi jawaban setelah 1 tahun, ada juga yg sama sekali tidak memberi kabar.

Lalu nanti bagaimana bila ada 2 penerbit yg mau menerima naskahku?
Bukannya tidak mungkin hal itu terjadi, tetapi sangatlah jarang. Kalau pun nanti sampai terjadi seperti itu, kita pikir nanti saja. Selama belum tanda tangan kontrak, kita masih bisa menolak tawaran dari penerbit itu.

Karena kita akan mengirim naskah ke banyak penerbit, maka dari awal sebaiknya kita siapkan naskah master. Naskah master adalah naskah yg kita print. Lalu naskah master ini kita fotocopy. Bila sewaktu-waktu diperlukan, kita tidak perlu mem-print naskah kita lagi. Cukup mem-fotocopy si naskah master.

5. Apa yg harus dilakukan setelah naskah dikirim?

Kita harus memastikan naskah kita sampai di penerbit. Jadi kira-kira seminggu setelah pengiriman, coba telepon ke penerbit yg bersangkutan.

6. Apa yg harus saya lakukan selanjutnya?

Menunggu kabar dari penerbit. Biasanya minimal 3 bulan kita akan menerima kabar. Tapi ada juga yg 1 thn baru memberi kabar. Jawaban dari penerbit bisa diterima, ditolak, atau tidak ada jawaban. Ada baiknya setelah 3 bulan kalian telepon penerbit itu untuk menanyakan kabar naskah kalian.

7. Andai diterima, apa yg harus saya lakukan?

Setiap penerbit memiliki kebijakan masing-masing. Namun secara garis besar, sebelum naskah kalian diedit ulang oleh editor yg bersangkutan, kalian akan diminta menandatangai kontrak perjanjian. Kalian harus jeli mengamati isi perjanjiannya. Ada banyak macam variasi perjanjian.

Isi dari perjanjian itu biasanya meliputi : (sebenanrnya poin perjanjian itu banyak, ini hanya beberapa saja)
a. Judul buku yg akan diterbitkan

Pastikan penerbit hanya berhak menerbitkan buku dgn judul yg kita berikan dan bukan sekuelnya. Jadi misalnya buku kita adalah trilogi, maka perjanjian pertama ini hanyalah utk menerbitkan sekuel 1. Utk sekuel selanjutnya, harus membuat perjanjian ulang. (Jangan sampai ada perjanjian yg menyatakan penerbit berhak menerbitkan buku A beserta turunannya). Jika nanti ternyata penerbit ini tidak cukup kompeten dlm menerbitkan buku kita yg pertama, kita bisa mencari penerbit lain utk buku yg kedua.

b. Hak-Hak Penerbit

Apa saja hak penerbit berkaitan dgn buku kita. Ada penerbit yg meminta hak menerbitkan buku kita dalam bahasa indonesia + hak utk menerjemahkan dan menerbitkan dalam bahasa asing + hak untuk membuat film, drama + hak-hak lain. Tapi ada juga penerbit yg hanya meminta hak utk menerbitkan dlm bahasa indonesia dan hak menerbitkan dlm bahasa asing dikembalikan sepenuhnya kepada penulis.

c. Penerbit tidak bertanggung jawab bila isi buku berbau SARA, fitnah, mencontek karya pihak lain, dll yg menyebabkan timbulnya tuntutan. Jadi tuntutan atas isi buku sepenuhnya ditanggung oleh penulis. Tentu saja penerbit dari awal sudah mencegah timbulnya tuntutan ini dgn menolak buku-buku yg sekiranya isinya bisa bermasalah. Krn bila buku itu sampai harus ditarik dari pasaran, penerbit akan menanggung rugi materi yg besar. Sedangkan penulis menanggung tuntutan.

d. Waktu menerbitkan pertama kali

Penerbit wajib mencantumkan kapan batas waktu dia menerbitkan buku kita sejak perjanjian ditandatangani. Biasanya adalah 1 thn.

(Contoh : Pihak Kedua wajib mengumumkan dan memperbanyak atau menerbitkan naskah Pihak Pertama dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 thn terhitung sejak penandatangan perjanjian ini).

Pentingnya pasal mengenai hal ini adalah bila ternyata dalam jangka wkt 1 thn penerbit tdk jg menerbitkan naskah kita, kita berhak utk mengambil kembali naskah kita dan mencari penerbit baru. Krn bisa saja wkt penerbit sudah menerima naskah kita, tp ternyata mereka mendapat naskah lain yg lebih bagus. Akhirnya naskah kita ditunda penerbitannya/terbengkalai.

e. Proof - print

Biasanya sebelum naskah naik cetak, ada yg dinamakan proof print. Jadi naskah di print dalam bentuk layout siap cetak. Proof print ini hanya di print di kertas HVS biasa, bukan di kertas buku. Dan biasanya setelah proof-print keluar, penulis diminta memeriksa untuk kemudian memberikan persetujuan. Baru kemudian naskah naik cetak. Tapi apakah pemberian persetujuan ini hanya melibatkan isi atau juga melibatkan layout buku. Banyak juga buku yg layoutnya bisa dibilang menyedihkan. Tulisannya kecil-kecil, spasinya rapat-rapat, dll sehingga novel jd tidak nyaman dibaca. Apakah penulis jg berhak memberikan protes dalam hal layout? Ini tergantung penerbit masing-masing.

f. Royalti

Penulis biasanya mendapat royalti sebesar 10 %. Nah 10 % ini bisa dihitung dari harga jual buku di toko buku, bisa juga dari harga jual buku di toko buku setelah dipotong Ppn 10%. Tentu ini memberikan makna yg berbeda.

Ada penerbit yg memberikan uang muka royalti misal 25% dari royalti yg semestinya didapat penulis dari cetakan pertama. Misal cetakan pertama sebanyak 3000 eksemplar. Maka penulis mendapat uang muka royalti sebesar 25% dari 3000 eksemplar itu. Tapi pemberian uang muka ini jarang terjadi.

Biasanya royalti diberikan setiap 6 bulan sekali.

Bila penerbit disepakati mendapat hak untuk menerbitkan ke dalam bahasa asing, jg perlu dibicarakan mengenai masalah royalti utk cetakan bahasa asing ini.

g. Hak cipta

Apapun yg terjadi, hak cipta harus tetap milik penulis. Baik itu diterbitkan dalam bahasa indonesia maupun bahasa asing. Jangan pernah memberikan hak cipta kepada pihak lain kecuali setelah pertimbangan yg matang. Kegunaan hak cipta ini adalah segala bentuk penggandaan karya kita berarti harus seijin kita dan itu berarti kita berhak mendapat royalti atas setiap penggandaan itu. Jadi misal bila karya kita mau difilmkan, harus atas seijin kita dan kita berhak mendapat royalti. Penerbit hanya memiliki hak menerbitkan dan menggandakan, tetapi bukan hak cipta.

h. Jangka waktu menerbitkan

Biasanya tidak dicantumkan berapa lama penerbit memiliki hak untuk menerbitkan naskah kita. Apakah 5 thn, 10 thn, atau selamanya. Namun, bila novel kita tidak laku, maka penerbit bisa melepas hak menerbitkan ini.

Variasi perjanjian itu ada banyak. Hati-hati dalam menandatangani perjanjian. Apalagi jika kita yakin naskah kita adalah naskah yg amazing. Harus benar-benar memperhatikan hal-hal yg mungkin tampak sepele. Jangan hanya karena sedang euforia naskah diterima penerbit, lalu menjadi kurang berhati-hati.

8. Proses Editing naskahku di dalam penerbit bagaimana?

Begitu naskahmu dinyatakan diterima oleh penerbit, naskahmu pasti akan diedit ulang. Proses editing ini berbagai macam. Ada editor yg tidak terlalu ambil pusing perkara mengedit sehingga naskahmu cenderung dibiarkan dalam kondisi “murni” seperti pada saat baru datang, bisa juga editormu orang yg menyenangkan utk diajak kerja sama. Jadi km dan dia bisa saling berdiskusi mengenai naskahmu, dan ada pula editor yg arogan sehingga naskah itu harus disesuaikan dengan keinginannya.

Lalu biasanya sebagai penulis kalian tidak diberi hak untuk menentukan bentuk kemasan buku. (Ukuran buku, jenis kertas yg dipakai, layout, dll). Tp ini biasanya lho ya karena bagaimanapun di mana-mana pemilik modal adalah yg paling berkuasa. Dan dalam hal ini pemilik modal adalah penerbit. Mengenai cover, kalian bisa mengajukan ide atau desain cover. Namun, masalah akan dipakai atau tidak, itu tergantung penerbit juga.

9. Kalau naskahku ditolak semua penerbit bagaimana?

It is not the end of the world okey. Masih banyak cara utk membuat naskahmu terbit. Mungkin kalian harus menunggu dulu, siapa tahu sekarang ditolak, tahun depan diterima. Masih bisa juga usaha menerbitkan sendiri. Yg penting, kalau naskahmu memang layak diperjuangkan, perjuangkanlah. Kalau memang kalian sudah lelah dan ingin mencoba hal lain, kenapa tidak? Misal, gagal jadi penulis lalu justru jadi penemu. (Hmmm…. mulai terpikir utk menjadi penemu saja. Sayangnya semua penemuan sudah diserobot oleh Thomas Alfa Eddison. Ini tidak adil! Kenapa satu orang bisa membuat ribuan penemuan! Ya sudahlah, jatahku memang bukan membuat bohlam lampu, cukup membuat Icylandar. Toh, di Icylandar tidak ada lampu).

10. Apa keuntungan dan kerugian naskah kita diterbitkan oleh penerbit?

Jadi jelas di sini bahwa keuntungan naskah kita diterbitkan oleh penerbit adalah sebagai penulis kita tidak perlu mengeluarkan uang. Semua biaya ditanggung oleh penerbit. Jadi andai ternyata buku kita kurang laku di pasaran, kita tidak menanggung rugi, ya tentu saja kecuali kerugian secara spiritual karena karya kita ternyata tidak disukai pasar.

Keuntungan berikutnya adalah penulis tidak perlu repot. Tidak mudah lho menyiapkan sebuah produk hingga siap dipasarkan. Harus memilih-milih kertas, menentukan layout, menentukan jalur distribusi, melakukan promo, dll. (semua proses dalam menyiapkan sebuah buku dari naskah hingga menjadi buku akan kujabarkan di dalam part 4).

Sedangkan kerugiannya yg jelas adalah kita tidak bisa terlalu idealis mengenai naskah kita, baik dalam hal editing maupun kemasan. Ini sebenarnya tidak bisa sepenuhnya dibilang kerugian. Tergantung pribadi kita masing-masing. Jika kita orang yg sangat idealis, dan kita yakin selera kita dalam hal editing maupun kemasan buku sangatlah bagus, tentu menyebalkan bila penerbit tidak mau mengikuti apa kata kita. Namun bila ternyata sebenarnya selera kita tdak terlalu bagus, sungguh menguntungkan ada penerbit yg mengingatkan.

Kerugian yg lain adalah bila kebetulan kita menemukan penerbit yg bisa dibilang agak curang. Jadi pengiriman royalti kita selalu bermasalah atau terlambat, kemudia jumlah royalti yg dibayarkan tidak sesuai dengan jumlah buku yg terjual.

Nah sampai di sini part 3 nya. Kok capek ya ngetiknya. Hiyaaaa ternyata panjang sekali. Ckk… ckk… ckk… seperti membuat makalah saja. Mungkin aku punya bakat jadi bu guru nih :p

Dalam Let’s Make a Book - part 4, akan kuberi tahu cara menerbitkan buku sendiri.
(Serius ini capek sekali ngetiknya :p )


With Love

Dionvy

Let’s Make a Book - part 2 (Proses Editing)

Setelah naskah selesai ditulis, sekarang kita akan masuk ke dalam proses editing. Begitu memasuki proses ini, kita tidak bisa lagi terus bertahan dalam idealisme kita. Harus mulai belajar untuk terbuka terhadap kritik dan pendapat orang lain.

Hal utama yg harus kita tanamkan dalam hati yaitu editor utama naskah kita adalah kita sendiri. Orang lain hanya membantu. Jadi jangan berpikir “ah, kalau naskahku diterima penerbit kan nanti akan ada editor yg mengeditkan”. Hanya penulis malas yg berpikir seperti itu. Jadi tidak peduli nantinya naskah kita akan diterbitkan oleh penerbit atau diterbitkan sendiri, kita tetap harus melakukan proses editing.

1. Baca ulang naskahmu

Begitu naskah selesai ditulis, baca ulang naskah itu secara keseruhan mulai dari halaman pertama. Karena pada saat naskah baru saja selesai ditulis, susunannya masih berantakan dan ceritanya banyak yg tidak sesuai. Fokuskan pengeditan pertama ini pada isi cerita, bukan pada masalah tanda baca ataupun kesalahan ketik. Cari tahu apakah isi ceritanya sudah mengalir lancar, ada tidak yg saling bertentangan, apakah adegan-adegannya sudah tergambarkan dengan baik, apakah karakter-karakternya sudah sesuai dengan harapan kita, dsb. Bila masih ada hal-hal mengenai isi cerita yg kurang bagus, segera perbaiki.

2. Cari teman untuk jadi editormu

Untuk editan awal seperti ini tidak perlu menggunakan jasa editor profesional. Cukup gunakan teman dan orang-orang terdekatmu. Usahakan pilih orang yg sesuai dgn segmen tulisanmu. Misal menulis novel remaja, jgn cari orang tua utk membaca naskahmu.

3. Berikan naskahmu pada para editormu

Naskah bisa diberikan dalam bentuk file ataupun sudah di print. Membaca dalam bentuk print, tingkat ketelitiannya jauh lebih tinggi. Tetapi ongkosnya lebih mahal dan tentu saja repot harus mem-print. Kalau para editormu tidak keberatan membaca di laptop, tidak ada masalah diberikan dalam bentuk file.

Perlu diingat, 99% editormu akan mengatakan kalau naskahmu bagus, walau sebenarnya mungkin mereka ingin membuang naskahmu ke tempat sampah. Bukan salah mereka memberikan pujian palsu meski dari awal kalian sudah menekankan agar mereka jujur. Selalu ada rasa sungkan dan takut menyakiti hati kalian. Jadi mereka memilih untuk mengatakan “wah bagus tulisanmu, km punya bakat. Ceritanya mengalir. Deskripsinya kuat banget,kalau di film kan pasti keren”.

So,bagaimana cara untuk tahu apakah pujian yg mereka lontarkan itu asli atau palsu? Belajarlah untuk menjadi peka. Jangan hanya mendengar apa yg diucapkan di bibir. Tetapi perhatikan hal-hal kecil yg lain, misal berapa lama mereka membaca naskahmu, bagaimana ekspresi mereka saat membaca, apakah mereka tertarik untuk mengetahui lanjutan kisahmu atau mereka justru agak malas. Perhatikan juga isi dari komentar yg diberikan. Intinya, belajarlah menjadi peka dan jangan mudah termakan kata-kata manis.

Kita tidak perlu mendengarkan setiap editan dari editor kita karena bagaimanapun selera setiap orang berbeda. Namun, kita juga tidak boleh tutup telinga pada pendapat yg masuk. Sesuaikan saja editan itu dengan kebutuhan. Kita tetap dewa dari tulisan kita.

Jangan berkecil hati jika ada editormu yg tidak terlalu suka ceritamu. Bagaimanapun, kita tidak bisa memaksa seluruh dunia menyukai karya kita. Bisa juga editormu lebih senang cerita romance, padahal kebetulan naskahmu adalah petualangan. Jika dari 10 editormu, 4 orang sangat suka, 2 orang cukup suka, sisanya tidak suka, rasanya itu sudah cukup untuk mengatakan naskahmu bagus (ini bukan patokan lho ya, hanya gambaran saja). Namun, kalau hampir semua editormu tidak suka pada naskahmu, be careful. Mungkin kalian memang salah mencari editor (dalam arti selera semua editormu tidak sesuai dgn naskah yg kalian berikan) atau mungkin memang naskah kalian tidak bagus. Di sini kalian punya 3 pilihan, terus maju dengan naskah itu, atau membuat naskah baru, atau berhenti. Kalau kalian memang yakin dengan naskah itu, silahkan teruskan. Namun, kalau kalian merasa naskah itu memang kurang baik, gantilah atau perbaiki. Terakhir, kalau kalian memang merasa menulis novel bukanlah talent kalian, berhenti saja dan coba cari tahu apa talent kalian yg lain.

Selain harus peka terhadap pujian yg mungkin palsu, kalian juga harus belajar untuk peka terhadap sebuah kritik. Jika pujian ada pujian asli dan pujian palsu, maka kritik ada kritik yang membangun dan ada kritik yang menghancurkan.

Definisi dari kritik yg membangun dan kritik yg menghancurkan memang agak sulit diterjemahkan karena itu semua hatimu sendiri yg harus memutuskan.

Contoh :
a. Temanmu si A mengatakan tokoh Bambang sifatnya terlalu pengecut, jadi terasa aneh karena dia semestinya adalah seorang pendekar hebat. Si A menyebutkan adegan mana saja yg membuat si Bambang jadi tampak pengecut. Setelah km pertimbangkan, ternyata memang adegan-adegan itu membuat Bambang jd tampak pengecut. Itu artinya kritik si A adalah kritik yg membangun.

b. Temanmu si B mengatakan adegan perang antara Bambang dan Budi terlalu panjang. Menurut si B harusnya adegan itu dipersingkat saja. Menurutmu pribadi, adegan itu sudah tepat. Sebaiknya, km lakukan cross-check ke temanmu yg lain. Benarkah adegan itu memang terlalu panjang. Jika temanmu yg lain fine-fine saja, ya sudah tidak perlu diganti. Tapi kalau semua temanmu bilang adegan itu memang terlalu panjang, silahkan km pertimbangkan untuk memendekkannya atau tetap bertahan dlm pendirianmu krn menurutmu memang bagus.

c. Editor sebuah penerbitan mengatakan naskahmu terlalu panjang bertele-tele. Bisa jadi naskahmu memang terlalu bertele-tele, tetapi bisa juga editor itu punya kepentingan bisnis di mana penerbitannya tidak mungkin menerbitkan naskah yg terlalu panjang. Sekarang pilihan ada di tanganmu. Kalau menurutmu naskahmu memang bertele-tele, silahkan perbaiki. Namun jika menurutmu naskahmu sudah bagus, km bisa tetap menuruti editor itu karena itu satu-satunya cara agar naskahmu diterbitkan oleh mereka, atau tetap bertahan dgn naskahmu dan mencari penerbit lain.

d. Beberapa orang tertentu mencela naskahmu. Salah satu dari mereka sudah membaca naskahmu. Dan dari keseluruhan jalinan cerita indahmu, dia memilih untuk mencela adegan kelinci melompat di atas salju karena menurutnya di musim salju seharusnya kelinci tidur, bukannya melompat-lompat. Lalu orang-orang yg lain ikut mengomentari masalah kelinci ini hingga panjang lebar. Padahal orang-orang yg lain ini belum membaca naskahmu sama sekali. . Akhirnya naskah indahmu dicap naskah jelek hanya karena adegan kelinci yg menghabiskan tidak sampai satu paragraf. Bodoh sekali kan. Sebaiknya tidak perlu menghabiskan waktu untuk mendengarkan pendapat orang-orang macam ini. Mungkin mereka bukan pembaca yg baik, atau mungkin juga mereka iri padamu.

Jadi sekali lagi pekalah pada ujian dan kritik yg masuk. Jangan menerima ataupun menolak semuanya mentah-mentah. Pertimbangkan dulu matang-matang.

4. Diskusikan naskahmu dengan editormu

Setelah editor-editormu selesai membaca naskah, mereka akan memberikan pendapat mereka. Pasti ada di antara pendapat-pendapat itu yg tidak kalian setujui. Bahkan mungkin kalian akan merasa sangat sakit hati dan jengkel saat pertama kali mendengar pendapat mereka. Tapi coba tahan emosi dan buka hati. Tanyakan kenapa mereka tidak suka dengan bagian itu. Mungkin alasannya logis. Kadang editan mereka justru terlihat remeh. Misal nama yg terlalu mirip satu sama lain, terlalu banyak mengulang kata, atau hal-hal lain yg tidak terpikir oleh kita. Namun, justru itu yg penting.

5. Perbaiki ulang naskahmu

Setelah semua hasil editan masuk dan telah didiskusikan, perbaiki ulang naskahmu. Di sini kalian juga bisa mulai memperbaiki tanda baca. Beli buku EYD. Juga lihat apakah kalian sering melakukan pengulangan kata.

6. Baca ulang naskahmu

Sebaiknya kali ini kalian membaca dalam bentuk print agar bisa lebih teliti dan tidak ada yg terlewat. Baca ulang kembali naskahmu mulai dari halaman pertama.

7. Perbaiki ulang naskahmu

Jika masih ada yg perlu diperbaiki, perbaiki. Lalu jika kalian belum bosan, baca ulang sekali lagi dan naskah kalian cukup siap untuk masuk ke proses lebih lanjut.


Proses editing awal cukup sampai di sini. Pada prinsipnya semakin sering kalain membaca naskah kalian, itu semakin baik. Karena kalian akan semakin mengenali setiap detil naskah kalian. Di mana cacat yg masih harus diperbaiki dan mana cerita yg harus diperkuat. Perjalanan masih panjang, tetapi paling tidak naskah kalian sudah melangkah satu tahap lagi untuk diubah menjadi buku.

Nantinya, begitu novelmu terbit, semua pujian ataupun kritik itu akan menjadi cerita masa lalu. Setelah itu pasar lah yang akan menentukan apakah bukumu akan menjadi best seller atau akan teronggok di dalam gudang. Mungkin dulu naskahmu dipuji-puji, atau mungkin dicela-cela sebagai sampah tak berguna. Pada akhirnya pasarlah yg akan bicara. Kalau kalian siap untuk menghadapi pasar, lanjutkan perjuangan kalian. Tetapi kalau bayangan tentang pasar saja sudah menyiutkan nyalimu, sebaiknya berhenti sampai di sini.

Dan untuk kalian yg berani untuk maju terus, aku akan menemani kalian mencari tahu apa yg harus dilakukan selanjutnya pada naskah kalian.

Berikutnya di Let’s Make a Book (part 3) akan kuberi tahu bagaimana cara mengirimkan naskah ke penerbit.

With Love

Dionvy

Let's Make a Book part 1 (Tips dan Trik Menulis)

Ada ribuan buku di toko buku dengan ribuan cerita, ribuan cover berdesain indah, dan ribuan baris paragraf menghiasi lembar demi lembar kertas. Dan mungkin kita semua sudah ribuan kali pergi ke toko buku. Namun, pernahkah sekali saja terbersit bagaimana kisah buku-buku itu hingga bisa duduk manis di rak-rak pajangan, berusaha menarik setiap orang yang berkunjung agar bersedia mengadopsi mereka. Dalam diam mereka, buku-buku itu akan bercerita tentang bait demi bait cerita yang tersimpan di dalam tubuh mereka. Andai mereka bisa berbicara, ingin sekali mereka membagikan suatu kisah yang sangat luar biasa. Sebuah kisah tentang perjuangan dari orang-orang hebat yang telah menciptakan mereka dengan segala cinta dan kerja keras. Sayangnya, buku-buku itu hanya bisa diam. Dan akhirnya kisah luar biasa itu tetap tersimpan abadi hingga ribuan tahun mendatang.

Sebuah buku tidak secara ajaib berada di toko buku. Semuanya begitu manusiawi sehingga setiap manusia bisa membuatnya. Tidak mudah memang, tetapi juga tidak mustahil. Melalui note-note ini, aku akan mengajak untuk melihat bagaimana proses membuat buku itu. Proses yang rumit, melelahkan, tetapi juga memberikan kenangan yang indah. Dan mungkin nanti setelah membaca note-note ini, ada di antara kalian yang terinspirasi untuk membuat buku? Why not. Kisah-kisah terbaik dunia menunggu dilahirkan oleh jari-jemari kalian.

Note ini akan kubagi dalam 4 part, yaitu:
1. Tips dan Trik Menulis
2. Proses Editing
3. Cara Mengirim Naskah ke Penerbit
4. Cara Menerbitkan Buku Sendiri

PART 1 : Tips dan Trik Menulis

1. Topik apa yang harus kutulis?

Ini adalah pertanyaan utama saat seorang penulis akan mulai membuat karyanya. Sebaiknya mulailah dengan menulis hal yang kita suka atau kuasai. Entah itu tentang romance, fantasi, misteri, drama kehidupan, dll.

Kadang kita berpikir bagaimana kalau kita mulai dengan menulis cerita yang sedang digemari pasar. Jika kita ingin membuat buku berkualitas, sebaiknya mulailah dengan genre yg kita kuasai karena mengawali menulis itu sulit.

2. Aduh, susah sekali memulai Bab Pertama. Otakku kosong, tanganku kaku!!

Seorang bayi tidak bisa langsung berjalan saat dilahirkan. Dia harus belajar merangkak dan berjalan tertatih-tatih. Percayalah, semua penulis pasti mengalami kesulitan saat akan membuat Bab Pertama. Tulisan begitu kaku, gaya bahasa amburadul, deskripsinya aneh, dan entah kehancuran apa lagi.

Bab Pertama begitu sulit karena kadang kita belum mendapatkan soul-nya. Satu-satunya cara untuk mengatasi itu adalah keep writting. Karena itu bila ada pepatah mengatakan don’t judge a book from its cover, kalau aku bilang don’t judge a book from its first chapter. Jadi saat membaca sebuah buku, kalau bisa jangan tutup buku itu sebelum kalian berhasil melewati bab pertama. Andai bab pertamanya jelek, coba baca bab kedua, ketiga, dst. Kalau sampai bab kelima masih tetap jelek, bolehlah buku itu ditutup.

3. Kepalaku sudah penuh dengan ide dan sepertinya akan keren sekali bila ditulis. Tapiii….

Kenapa saat sudah di depan laptop mendadak aku tidak bisa menulis apapun. Dan bila aku memaksa menulis, kalimat-kalimatnya terasa amat kaku.

Sekali lagi itu karena kita belum mendapatkan soul-nya. Kita belum bisa masuk ke dalam cerita. Dan untuk mendapatkan soul itu, satu-satunya cara adalah dgn tetap memaksakan diri untuk menulis. Lambat laun, soul itu akan muncul dengan sendirinya. Mungkin baru akan muncul setelah lembar ke 50 atau mungkin setelah halaman ke 200.

Waktu awal mulai menulis, tulisanku benar-benar kacau dan hancur. Tapi pelan-pelan aku mulai mendapat soulnya dan jariku seperti mengetik sendiri tanpa aku perlu berpikir. Kemudian aku sempat berhenti menulis selama 2 atau 3 bulan. Dan soulku hilang lagi. Akhirnya aku memaksa diri tetap menulis. Setelah menulis 100 halaman, soulku baru kembali. Dan 100 halaman itu kuhapus lalu kuganti dengan yg baru.

4. Perlukah kita membuat kerangka tulisan sebelum menulis? Atau langsung tulis saja, nantinya inspirasi akan datang sendiri?

Jawabannya tergantung. Ada saat di mana kita membutuhkan kerangka, tetapi bisa juga tidak. Dan hanya penulis saja yg bisa tau kapan perlu membuat kerangka, kapan tidak.

Biasanya untuk awal, minimal kita harus tahu garis besar novel kita itu tentang apa. Bagaimana awal ceritanya, apa konflik utamanya, dan bagaimana endingnya. Untuk adegan tiap bab, biasanya kerangka cerita tidak akan terlalu berguna karena adegan per adegan itu akan mengalir sendiri saat kita membuat cerita.

Untuk cerita misteri atau detektif, mungkin kita membutuhkan kerangka yg lebih ketat. Karena ceritanya sudah jelas, yaitu mengungkap identitas si tokoh jahat. Kita harus cerdas dalam menentukan bagaimana mengelabui pembaca agar tidak menduga siapa tokoh jahatnya, lalu membuat pemecahan yg fantastis. Bila kerangka tidak kuat, cerita bisa ke mana-mana dan adegan mendebarkan yg diharapkan muncul justru bisa hilang.

Namun untuk cerita-cerita bergenre fantasi ataupun kehidupan sehari-hari biasanya cenderung tidak membutuhkan kerangkayg tidak terlalu ketat.

5. DESKRIPSI, gampang atau susah?

Dalam dunia tulis menulis, membuat deskripsi adalah sebuah seni. Kenapa disebut seni? Karena tidak ada patokan baku mengenai cara membuatnya maupun panjang pendeknya. Apakah deskripsi yg bagus adalah yg panjang? Tidak selalu. Apakah deskripsi yg pendek lebih baik? Tidak juga.

Jadi bagaimana deskripsi yg bagus itu?

Ingat bahwa inti dari sebuah deskripsi adalah membuat pembaca paham apa yg kita maksud. Jika kita harus menerangkan panjang lebar, terangkanlah dengan detil. Namun jika cukup pendek saja, kenapa harus dipanjang-panjangkan. Sekali lagi, deskripsi digunakan untuk membuat pembaca paham, bukan untuk memanjang-manjangkan cerita agar buku menjadi tebal.

Contoh 1:

Untuk mengabarkan tentang pernikahannya, Anita mengirimkan surat via pos kepada teman-temannya.

Contoh 2:

Untuk mengabarkan tentang pernikahannya, Naya mengirimkan Perkamen Berita kepada teman-temannya. Perkamen Berita adalah sebuah sarana bagi para elf Icylandar untuk saling mengirimkan berita. Bentuknya berupa segulung kertas coklat yang memiliki sepasang sayap putih yang membuatnya bisa terbang kesana kemari. Jika para elf ingin mengirimkan berita, mereka cukup mengatakan pada si Perkamen, nanti Perkamen tersebut akan mencari elf yang dituju. Saat sudah sampai di hadapan elf yang akan menerima berita, Perkamen akan membuka gulungan kertasnya dan di dalamnya akan terlihat tulisan dari berita yg dikirimkan. Setiap keluarga elf di Icylandar pasti memiliki satu buah Perkamen Berita.


Kenapa paragraf yg pertama begitu pendek, sedangkan paragraf yg kedua sangat panjang? Karena pada paragraf pertama kita tidak perlu menerangkan apa yg dimaksud dengan via pos. Kita tidak perlu menulis via pos artinya kita menulis di selembar kertas, lalu kita kirim ke kantor pos. Kantor pos adalah sebuah gedung milik PT Pos. PT Pos adalah usaha milik pemerintah untuk mengirimkan surat. Pengirimannya ada yg melewati darat dengan mobil, laut dengan kapal, ataupun udara dengan pesawat. Mobil adalah….. bla…. bla… Semua orang sudah tahu hal-hal tadi. Jadi kita tidak perlu menerangkan ulang. Namun lain halnya dengan Perkamen Berita yg merupakan hasil imajinasi penulis. Itulah sebabnya novel fantasi cenderung tebal karena penulis harus mendeskripsikan banyak hal.

Gunakan seluruh indramu saat membuat deskripsi agar pembaca seolah merasa mengalami sendiri kejadian yang ditulis.

Contoh :

Reiden duduk diam terpaku di teras depan pondok kayu tempatnya menginap. Saat itu hari sudah malam dan hujan turun dengan derasnya. Tidak ada cahaya setitik pun sehingga suasana begitu gelap. Bunyi guntur yang bersahut-sahutan membuat suasana semakin mencekam. Aroma tanah basah memenuhi seluruh udara. Udara sedingin es, tetapi tidak ada sedikit pun niat dari Reiden untuk masuk ke dalam pondok. Ia memilih untuk merapatkan mantelnya.

Indra penglihatan : saat itu hari gelap tanpa cahaya setitik pun
Indra pendengaran : hujan turun dengan derasnya, bunyi guntur bersahut-sahutan
Indra peraba : udara sedingin es
Indra penciuman : aroma tanah basah
Indra pengecap : untuk kalimat ini tidak diperlukan karena memang tidak melibatkan indra pengecap

Sering terjadi, kita membuat deskripsi panjang lebar, tetapi hanya deskripsi dari satu macam indra saja tanpa melibatkan indra yg lain. Itu yg membuat deskripsi jd tampak panjang lebar dan bertele-tele.

6. Bagaimana agar pembaca bisa mengingat semua informasi yang ada di dalam novel kita?

Tidak mungkin kita memberikan banyak informasi dalam waktu singkat kepada pembaca kita. Karena itu kita perlu “memecah informasi” agar pembaca bisa mengingat dengan baik informasi yg ada. Saat seorang pembaca pusing dengan begitu banyaknya informasi, dia akan menjadi malas untuk terus membaca.

Apa itu memecah informasi?

Artinya berikan informasi sedikit demi sedikit. Sebagai contoh di dalam novel Icylandar, istilah Glaudio-elmes baru keluar pada bab Serangan Pegasus Hitam (bab 11). Pada bab-bab sebelumnya, cukup menggunakan kata pegasus emas (ex: Ruben memakai bros berbentuk pegasus emas yg mengangkat kedua kaki depannya dan merentangkan sayapnya ; Padris memakai pakaian yg bersulamkan pegasus emas). Bila istilah Glaudio-elmes sudah diberikan sejak bab awal, maka pembaca bisa bingung. Pelan-pelan saja dalam memberikan informasi.

Contoh lain misalnya tentang latar belakang kehidupan Reiden. Sengaja tidak langsung ditulis :

Reiden adalah seorang elf pria dengan rambut diikat dua kanan kiri. Ibunya adalah Lady Asgret yang merupakan pemimpin mata-mata utama Icylandar. Ayahnya adalah Panglima Sefan, seorang panglima utama Icylandar yang tewas dalam Perang Dermott.

Too much information! Percayalah, pembacamu bisa bingung. Informasi tentang ibu Reiden diberikan pada Bab Rombongan Angsa Putih. Lalu informasi tentang ayah Reiden dalam Bab Penutupan Festival.

Contoh lain lagi:

Ada banyak sekali tokoh di Icylandar. Mungkinkah pembaca mengingat semuanya? Jelas tidak mungkin. Karena itu dibuatlah trik khusus. Untuk tokoh-tokoh utama yg sering muncul, pembaca memang mau tidak mau dipaksa mengingat. Namun karena tokoh-tokoh ini memang sering muncul, jadi tidak ada masalah. Tokoh-tokoh itu misalnya Padris, Louie, Naya, Panglima Arlan, Jendral Rafael, Jendral Rodrigo, Jendral Antolin, Ruben, Reiden, Keysuu, Cleo, Kay, Farrel.

Lalu bagaimana dengan tokoh-tokoh sampingan, misalnya saja Panglima Vinze. Panglima satu ini jarang muncul, tetapi toh kadang dia harus muncul. Supaya pembaca tidak bingung siapa itu Panglima Vinze, hampir setiap menyebutkan nama Panglima Vinze, diikuti dengan nama Farrel.


Terlihat seekor pegasus terbang mendekat. Panglima Vinze yg merupakan ayah dari Farrel duduk di atas punggung pegasus itu.

Atau…

Panglima Vinze langsung berdiri memberikan tepuk tangan untuk Farrel, anaknya.

Nantinya di buku kedua, tokoh Panglima Vinze sudah mulai bisa dilepas tanpa perlu menyebutkan dia adalah ayah dari Farrel. Karena pembaca sudah mulai hafal dengan tokoh Panglima Vinze.

Ada banyak teknik untuk memecah informasi. Jadi tidak perlu berpegang pada satu patokan tertentu.

7. Bagaimana membuat tokoh-tokoh kita benar-benar seperti hidup?

Karakter adalah salah satu faktor vital dalam sebuah novel. Membuat karakter tokoh-tokoh kita bisa dipahami dan diingat oleh pembaca, lagi-lagi merupakan sebuah seni tersendiri. Akan langsung kuberi contoh saja.

Untuk awal tetapkan dulu sifat dari tokoh yg hendak kita buat. Kuambil contoh Jendral Rafael dan Jendral Antolin. Jendral Rafael adalah elf yg baik dan lembut seperti malaikat. Sedangkan Jendral Antolin pemarah, cuek, tetapi sebenarnya dia adalah elf baik.

Berikutnya aku ingin pembacaku bisa menangkap karakter kedua tokoh itu. Pembaca akan lebih mudah menangkap karakter seorang tokoh melalui suatu adegan atau percakapan.

Contoh :
“Hai, Louie, maukah kau menembakkan anak panahmu?”

Louie mengangguk perlahan, kepalanya tertunduk lesu, jelas terlihat kalau ia sedang sangat ketakutan. Ia maju beberapa langkah ke depan kemudian mengangkat busur panahnya dan bersiap menembakkan anak panahnya.

“Sebentar, Louie.” Jendral Rafael memegang kedua tangan Louie dan membalikkan telapak tangan anak itu. Terlihatlah kedua telapak tangan Louie yang merah melepuh karena terlalu banyak menarik tali busur kemarin.

“Kau tidak perlu memaksakan diri seperti ini, Louie,” kata Jendral Rafael, matanya memandang kedua telapak tangan itu dengan sedih.

“Aku sangat bodoh, Jendral, jadi aku harus berlatih keras. Aku tidak mau membuatmu malu,” sahut Louie pelan, kepalanya masih tetap menunduk.

“Tidak, Louie, kau tidak akan pernah membuatku malu. Tidak ada satu pun elf di Icylandar yang akan membuatku malu.” Jendral Rafael mengusap kedua telapak tangan Louie dan seketika telapak tangan itu tidak lagi merah melepuh.

Dari adegan di atas kita dengan mudah menangkap kalau Jendral Rafael itu elf yg begitu baik, lembut, dan sangat menghargai elf-elf yg lain, bahkan yg paling bodoh sekalipun. Ini jauh lebih efektif daripada kita berulangkali menulis Jendral Rafael itu adalah elf yg sangat baik. Karena itu usahakan setiap adegan dan percakapan, bisa menggambarkan karakter tokoh-tokoh kita.

Sering terjadi sebuah novel yg tebalnya ratusan halaman, dengan ratusan adegan, dan ratusan percakapan, tetapi karakter tokohnya tetap tidak terbaca. Itu karena setiap percakapan dan adegan tidak diarahkan untuk menunjukkan karakter si tokoh. Apakah itu berarti novelnya jelek? Tidak juga. Setiap penulis memiliki ciri khas nya sendiri. Ada yg suka deskripsi alam yg detil, ada yg suka membuat percakapan panjang lebar, dan lain-lain.

Apakah semua tokoh sudah harus kita tetapkan sejak awal?

Tidak. Saat sedang menulis, biasanya akan muncul tokoh-tokoh baru dengan sendirinya. Namun, ada satu hal yang perlu diwaspadai. Sekali kita sudah menciptakan misal tokoh A dengan sifat keras kepala, agak manja, egois, tapi baik. Lalu kita sudah mulai menulis. Begitu kita sudah menulis jauh, ternyata kita merasa tokoh A semestinya sifatnya dingin, tidak terlalu egois, dan tidak banyak bicara. Akhirnya kita terpaksa mengubah banyak adegan dan percakapan. Percayalah, hal itu sulit. Mengubah karakter tokoh yg sudah tertanam di otak kita jelas tidak semudah itu. Jadi sejak awal hati-hati dalam menetapkan karakter tokoh.

8. Bagaimana dengan tanda baca?

Masalah tanda baca bukanlah hal yg perlu terlalu diributkan pada saat menulis karena tanda baca dll bisa diedit setelah naskah selesai ditulis. Yg penting pada saat kita menulis adalah membuat jalinan cerita yg indah.

Di sini aku memang tidak ingin membahas masalah tanda baca. Itu bisa dipelajari melalui buku-buku EYD.

Okey, part 1 sampai di sini dulu. Jika kalian punya pertanyaan, silahkan langsung tanya saja. Kalau aku bisa menjawab, pasti dengan senang hati kujawab. Dan jika ada di antara kalian yg ingin ku tag di note-note Let’s Make a Book, juga bilang saja. Nanti akan ku tag kan.

Tunggu part 2 yah. Semoga informasi yg kuberikan bisa sedikit berguna 


With Love,


Dionvy